Perjalanan kali ini membawa saya berlabuh ke kota Makassar Sulawesi Selatan, kota yang dulunya terkenal dengan sebutan Ujung Pandang, sekitar tahun 1950 sampai 2000an. Setelah hampir setahun lebih saya hanya berkutat di kota kelahiran saya karena pandemi. Malam itu pukul 7.30 pm WITA, pesawat yang saya tumpangi berhasil mendarat di bandara Sultan Hassanudin Maros sulawesi selatan. Ada perasaan lega menyelimuti hati saya,

“yah akhirnya saya bisa menginjakan kaki dikota daeng”.

Tidak banyak yang saya persiapkan di perjalanan ini, sama seperti sebelum-sebelumnya selalu dadakan. Jika punya keinginan untuk pergi kesuatu tempat, biasanya saya langsung cek tiket, destinasi, dan makanan tradisionalnya, kalau cocok langsung gas pergi.

Sejujurnya memang sudah dari dulu ada keinginan mengunjungi wilayah sulsel seperti Toraja, Makassar, dan Tanjung Bira, tapi baru di tahun 2021 saya bisa datang ke tempat ini.

“Anda nanti kalau sudah sampai bandara bisa naik Damri atau Grab saja”

Malam itu sedikit gerimis ketika saya berdiri bingung diterminal kedatangan, beberapa orang bertanya kepada saya, kemana tujuan saya, dan apakah saya sudah memesan transportasi online. Awalnya saya berniat untuk naik bus damri karena lebih menghemat budget, namun karena gerimis dan rasa lelah setelah perjalanan kurang lebih 5 Jam dari Lampung, saya memutuskan untuk naik grab/transportasi online.

Di terminal kedatangan Bandara Sultan Hassanudin sekarang sudah ada beberapa booth taxi online seperti Gojek dan Grab. Untuk biayanya tergantung tujuan anda, namun pada saat itu biaya perjalanan saya Rp. 160.000 belum termasuk biaya tol, dengan tujuan hotel sekitar pantai losari. Cukup mahal memang dibandingkan dengan naik damri, namun ya worth it lah kalau anda sudah lelah dan ingin segera sampai ditujuan anda.

Sekitar kurang lebih 30 menit perjalanan saya dari bandara ke hotel yang sebelumnya sudah saya booking. Saya memesan Favehotel dekat pantai losari, karena saya melihat hotel tersebut cukup strategis untuk menuju tempat-tempat yang ingin saya kunjungi selama di Makassar. Melewati jalan Tol Reformasi dan keluar di jalan Nusantara, Mobil yang saya tumpangi mendadak memutar balik karena macet disekitar jalan ahmad yani, dan memutuskan untuk lewat jalan Ujung Pandang.

“Oh ini yang namanya Fort Rotterdam atau Benteng Rotterdam, bangunan bersejarah yang menjadi salah satu landmark di ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan ini”.
Sejarah Benteng yang pernah pindah dari satu tangan penguasa ke tangan penguasa lainnya ini seolah melengkapi karakter kota Makassar sebagai waterfront city.

( Sorry fotonya gak jelas karena diambil didalam mobil )

Makassar dengan Malam yang cukup panjang

Akhirnya mobil yang saya tumpangi berhenti didepan loby hotel, sambil mengucapkan terimakasih kepada driver saya bergegas keluar mobil dan masuk kedalam hotel untuk check in, namun karena antrian cukup panjang saya terpaksa harus menunggu lagi.

Lobby Favehotel
Penampakan kamar yang saya tiduri, twinbed karena tidak kebagian yang single bed.

Malam yang panjang, lelah rasanya, sambil merebahkan badan dikasur, dan perut saya terasa lapar. Bodohnya saya, karena sudah terlalu lapar saya pesan saja makanan online via grabfood, karena kebetulan ada diskon 40% jadi saya pesan 2 makanan khas makassar Mie Titi dan Nasi Goreng Merah.

Eh ternyata restaurant tersebut berada pas disamping hotel atau lebih tepatnya dibawah kamar hotel saya.

View dari Jendela kamar hotel

Dan ketika makanan sudah datang ternyata mie titi (mie kering khas Makassar) yang saya pesan kuah nya di wadahi plastik dan mie keringnya di wadahi kertas minyak.

“Wah gimana cara makannya kalau begini”.

Note ” Kalau mau pesan mie titi pastikan kalian punya mangkok atau wadah dan sendok yah”.

Harga Mie Titi Datu Museng

Mie Titi Seafood : Rp. 44.000

Nasi Goreng Merah : Rp.35.000 Karena diskon pakai Grabfood Total pembayaran hanya Rp. 60.000

Favehotel

Hotel Per Malam : Rp. 250.000 x 2 = Rp. 500.000 ( harga tergantung promo )

Grab Bandara – Hotel

Ongkos : Rp. 160.000

Tol : Rp. 20.000

Next Part……